Bahkan masjidil haram pun ada ketika sepinya.
Baru saja demam isu haji berlalu. Jalanan penuh. Toko Toko ramai sepanjang jalan.
Dari dan menuju Al Haram ramai tak kenal waktu. 24 jam Para peziarah hilir mudik.
Semua saluran dibuka untuk memudahkan Para peziarah. Intensitas ruhaniah melangitkan doadoa, memenuhi setiap rongga udara. Memberikan suasana ruhaniah yang berbeda. Merinding, semangat, pori pori kebahagiaan terbuka menganga. Hujan rahmat dan cinta mengguyur deras. Ruh menyerupai rumput di demam isu penghujan. Hijau sepanjang mata memandang.
Sunnatullahnya kehidupan yang telah digariskan. Tidak ada keabadian terpatri hingga kelak di jannah Nya. Ini semata semoga kita terus membangunkan sel sel tidur kesadaran ruhani.
Dunia, dari kata dana kemudian menjadi isim tafdhil adna, kemudian dimuannastkan menjadi dunya, yang bermakna lebih rendah..
Jika Allah menamakan sesuatu “lebih rendah” artinya, akal kita dituntut untuk lebih kritis,
“lebih rendah? Lalu yang kehidupan yang lebih tinggi apa?
Jika dianalogikan kerendahan itu alasannya ialah lebih pendek masanya, Lalu yang lebih panjang masanya kehidupan dimana?
Jika lebih rendah dianalogikan dengan semu atau palsu, Lalu kehidupan yang mengatakan keabadian dimana?
Pasang surutnya ketajaman ruhani juga didukung kondisi ketaatan yang ada. Menjaga ketaatan pada Allah artinya menajamkan, menguatkan. Lalai dari ketaatan pada Allah artinya, melemahkan menumpulkan.
Tempat, dimana saja bahkan sekalipun di Masjidil Haram boleh Pasang surut.
Tapi ketaatan pada Allah dan hati yang erat padaNYA senantiasa harus selalu ramai…
Ramaikan dengan istigfar..
Tasbih…
Takbir…
Kalaulah bukan alasannya ialah pentingnya zikir, tidaklah Allah Azzawajalla memerintahkan kita berzikir dalam keadaan apapun. Berbaring, Duduk, berdiri, berjalan, berlari. Tak kenal sepi..Tak kenal surut…
الله…
Begitu besar kecintaanMU pada anak cucu keturunan Adam.
Pilihannya, cintakan Allah sepanjang hayat.
#bangjey
#Makkahbackpacker
Di halaman Masjidil Haram menikmati mentari pagi