The Shade
…
Pelataran Al haram mulai terlihat lenggang. Saya lihat jam besar, the biggest clock in the world masih mengambarkan pukul 9:00. Di dikala summer/musim panas, memang jam 8:00 saja sudah menyengat.
Makin siang, para jamaah bergantung pada “shade” di sekeliling Baitullah. Kebanyakan di dalam ruang masjid yang ber AC. Hanya yang umroh terus bertahan dalam sengatan matahari dan tawaf tiada henti.
Saya pernah gagah gagahan, duduk di halaman Baitullah dan sun bathing dengerin khutbah. Tahu apa yang terjadi? Kepala botak saya perih sampai seminggu.
Dari insiden ini, setiap kali thawaf di putaran ke5, saya bergetar dengan kutipan doanya
· اللَّهُمَّ أَظِلَّنا تَحْتَ ظِلِّ عَرْشِكَ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّكَ،
Ya Allah, Lindungilah (cover me, payungi aku) saya dibawah lindunganMU, pada hari (di Mahsyar kelak) tidak ada lindungan, tidak ada shade.. Tidak ada payung.. , selain lindungan, payungnya, shade nya milik Allah..
Tak perlu ke gurun Pasir Rub’al Khali, jikalau ingin mendapat imaginasi dahsyatnya padang mahsyar kelak.. Saat ini di pelataran Al Haram, di awal demam isu panas saja sudah “warbyasyah!”. Baru saja sepenggalan jam lewat seorang anak muda terkapar dan dibopong dari arena thawaf.
Saat menulis ini, saya bersandar pada tiang guna melindungi dari panas matahari. Ibrahnya..
Kita beriman pada Mahsyar ialah dikala ketidakenakan itu dikumpulkan. Sama menyerupai halnya simpulan hidup yang akan menimpa setiap makhluk. Itu ialah pasti.
Namun, sudahkah air mata ini berair dengan rasa takutnya, mencekamnya, panasnya, kalutnya, seramnya, panasnya, dst.
Kapan kita bertaubat? Kapan kita mulai mengemis dalam doadoa kita supaya sanggup “shade”, sekedar bangun di Bawah bayang bayang dan terhindar dari sengatan?
Salah satunya yang mendapat naungan itu adalah
، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
Seseorang yang berzikir kepada Allah dalam kesendirian, dalam sepi, kemudian berurai airmatanya…
Kita ingin episode hidup ini, episode memperbaiki diri. Episode taubat kembali pada Allah.